Artikel Pendidikan

Hukum Melaksanakan Aqiqah Setelah Dewasa: Pandangan Ulama yang Berbeda

Image description

Halo sobat RidvanMau!

Aqiqah merupakan salah satu tradisi dalam Islam yang biasa dilakukan ketika seorang bayi baru lahir ke dunia. Aqiqah sendiri berasal dari kata ‘aqoqa (عقوقة) yang artinya memotong rambut. Dalam tradisi aqiqah, rambut bayi akan dicukur dan hewan (biasanya kambing atau domba) akan disembelih sebagai ungkapan syukur atas kelahiran sang buah hati.

Tradisi ini telah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur kepalanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Namun terkadang, ada orang tua yang tidak sempat mengakikahkan anaknya saat masih bayi, bahkan sampai anaknya dewasa. Nah, bagaimana hukumnya jika seseorang ingin mengakikahi dirinya sendiri setelah dewasa? Apakah diperbolehkan dalam Islam?

Ternyata, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai masalah ini. Ada yang melarang, ada yang membolehkan dengan syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, yuk simak pembahasan selengkapnya di bawah ini!

Kapan Sebaiknya Aqiqah Dilaksanakan?

Menurut jumhur ulama, aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke-7 setelah kelahiran bayi. Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits di atas.

Akan tetapi, ada juga ulama yang berpendapat bahwa aqiqah boleh dilaksanakan sampai anak berusia dewasa atau baligh. Hal ini karena aqiqah bertujuan untuk mensyukuri nikmat kelahiran seorang anak, bukan semata karena kelahirannya.

Dalam kitab Raudhatut Thalibin disebutkan:

“Adapun waktu mengakikahkan anak, maka yang utama ialah pada hari ketujuh. Akan tetapi, boleh juga diakhirkan sampai masa dewasa.”

Jadi menurut pendapat ini, meskipun hari ke-7 adalah waktu paling utama, aqiqah tetap boleh dilaksanakan sampai anak dewasa jika memang belum sempat dilakukan sebelumnya.

Perbedaan Pendapat Ulama tentang Hukum Aqiqah

Ulama berbeda pendapat mengenai hukum melaksanakan aqiqah. Ada yang mengatakan wajib, sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), dan ada juga yang berpendapat mubah (boleh dilakukan atau tidak).

1. Ulama yang Mengatakan Aqiqah itu Wajib

Ulama Zahiriyah berpendapat bahwa aqiqah itu wajib dilaksanakan bagi orang tua atau wali si anak. Mereka bersandar pada hadits Nabi SAW di atas yang menyatakan “setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya”. Kata “tergadaikan” diartikan sebagai kewajiban.

2. Ulama yang Mengatakan Aqiqah Sunnah Muakkadah

Sementara itu, jumhur ulama seperti Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah atau sangat dianjurkan. Ulama Hanafi bahkan menyatakan hukumnya adalah mubah atau boleh saja dilakukan dan boleh juga ditinggalkan.

Jadi mayoritas ulama sepakat bahwa aqiqah itu tidak wajib, melainkan sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.

Pendapat yang Membolehkan Aqiqah Setelah Dewasa

Menariknya, terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai apakah seseorang boleh mengakikahi dirinya sendiri setelah dewasa jika memang tidak diakikahi saat bayi oleh orang tuanya.

Beberapa ulama membolehkan aqiqah bagi orang dewasa dengan beberapa syarat, di antaranya:

  • Niat aqiqah tersebut mewakili orang tua/wali yang seharusnya mengakikahinya saat bayi.
  • Aqiqah dilakukan sebelum meninggal dunia.

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Al-Utsaimin:

“Jika seseorang telah balig dan tidak diakikahi oleh kedua orang tuanya, maka boleh baginya mengakikahi dirinya sendiri dengan niat mewakili kedua orang tuanya.”

Begitu pula menurut pendapat Mazhab Syafi’i, seseorang yang tidak diakikahi sejak kecil hingga dewasa, dianjurkan untuk mengakikahi dirinya sendiri. Hukumnya adalah sunnah.

Pendapat yang Melarang Aqiqah Setelah Dewasa

Di sisi lain, ada pula ulama yang melarang aqiqah bagi orang dewasa, seperti pendapat Muhammadiyah:

“Hukum akikah bukan wajib, tapi sunnah muakkadah. Tidak perlu juga mengakikahi diri sendiri ketika sudah dewasa karena hal itu tidak disyariatkan dan tidak disunnahkan.”

Menurut mereka, tidak ada dalil syar’i yang memerintahkan orang dewasa mengakikahi dirinya sendiri jika memang tidak diakikahi saat bayi. Oleh karena itu, hal tersebut dianggap sebagai bid’ah atau perkara baru yang tidak ada dasarnya dalam Islam.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  • Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum aqiqah dan kapan sebaiknya dilaksanakan.
  • Sebagian ulama membolehkan aqiqah bagi orang dewasa dengan syarat tertentu, sementara ulama lain melarangnya.
  • Untuk kepastian hukum yang benar, sebaiknya berkonsultasi dengan ulama atau cendekiawan Muslim yang kredibel dan memiliki ilmu agama yang mendalam.

Semoga artikel singkat ini bisa menambah wawasan kita tentang hukum pelaksanaan aqiqah dalam Islam ya sobat. Jika kamu memiliki pertanyaan atau komentar, silakan tinggalkan di kolom komentar di bawah ya. Terima kasih sudah membaca!

Comments